Mengapa Pohon Kelapa Banyak tumbuh di daerah Pantai?
Di
Bandung siang ini terasa panas terik, menggantikan hawa dingin tadi
malam yang begitu menusuk tulang. Selesai putri kecil saya berenang,
saya mengajaknya minum kelapa dawegan (kelapa muda butiran) untuk
memuaskan rasa dahaga. Terasa nikmatnya menghirup air kelapa muda segar
dari batoknya langsung di tengah panas terik matahari siang yang
menyengat kulit.
Tiba-tiba putri kecil saya bertanya kepada saya,
“Pa, mengapa pohon kelapa banyak tumbuh di pantai ?” . Putri kecil saya
selalu menganggap ayahnya adalah orang paling pintar se dunia karena
selalu bisa menjawab hal-hal yang tidak dimengertinya. Jika dia bertanya
dan tidak dijawab secara memuaskan, dia akan bertanya terus sampai
sejelas mungkin.
Setelah berpikir cepat saya spontan menjawab,
“Karena jaman dahulu tidak ada air mineral, softdrink, dan sejenisnya.
Karena sejak dahulu banyak orang yg kehausan di pantai yang panas terik,
bisanya cuma minum air kelapa. Kalau air laut atau air sungai sungai di
muara rasanya asin”.
“Oh...., begitu...”, katanya. Rupanya jawaban itu masuk akal baginya.
Sering
kali kita dihadapkan pada situasi sulit, di mana kita harus menggunakan
logika untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kita belum tahu
jawabannya sebelumnya. Terutama kalau anda adalah seorang pembicara
publik atau pembicara seminar atau guru atau dosen atau pembicara
talkshow di radio atau profesi lainnya yang mengharuskan anda menjawab
pertanyaan dari publik.
Kita bisa memilih menjawab “Terimakasih.
Nanti akan saya pikirkan.”. Atau menjawab “Saya belum tahu jawabannya
sekarang. Nanti akan saya cari tahu dan beritahukan pada anda”.
Jawaban-jawaban klise seperti itu sering kali tidak memuaskan orang yang
bertanya.
Apakah tidak lebih baik jika anda berlatih bereaksi
menjawab cepat secara logika ? Hal ini juga diajarkan dan dilatih di
sekolah bisnis gratis USB (yang blognya ada di
http://usbschool.blogspot.com). Karena sebagai seorang calon
entrepreneur dan pembicara publik, mungkin anda akan sering dihadapkan
situasi mirip seperti ini.
Seperti yang pernah saya alami sewaktu
menjadi pembicara di hadapan para peserta wirausaha muda indonesia
perwakilan mahasiswa entrepreneur dari 10 fakultas di UNPAD. Mereka
adalah para mahasiswa yang cukup kritis dan cerdas. Menurut informasi
dari salah satu Profesornya bahwa mereka adalah hasil seleksi dari
mahasiswa di 10 fakultas di UNPAD. Setelah saya mengajarkan materi
tentang “How to Present” dan “How to Negotiate”, banyak pertanyaan
kritis diajukan kepada saya dan mereka mengharapkan jawaban memuaskan
dari saya.
Salah satunya yang saya ingat adalah, “Bagaimana caranya
agar kita bisa menang dalam kasus sengketa pulau sipadan dan ligitan.
Seperti diketahui, bahwa ke dua pulau itu jatuh ke tangan Malaysia
karena kita kurang data serta dokumentasi dan para ahli hukum kita kalah
dalam negosiasinya.” Pertanyaan itu diajukan oleh mahasiswa dari
fakultas hukum.
Saya spontan menjawab, “Kalau secara hukum, saya
tidak tahu jawabannya karena bukan bidang saya. Anda bisa tanyakan hal
itu kepada Profesor anda di bidang hukum.” Saya referensikan nama salah
satu Profesor ahli hukum internasional yang saya ketahui, karena
kebetulan pernah diajar mata kuliah aspek hukum perkomputeran oleh
beliau pada belasan tahun yang lampau.
”Tetapi kalau saya harus
menjawab secara logika. Dalam posisi tersebut (kalah data dan
dokumentasi) saya akan menyerah. Tetapi sebelum benar-benar menyerah
kalah, saya akan mengatakan kepada pihak Malaysia bahwa dengan
menyerahkan ke dua pulau itu berarti rakyat Indonesia akan kehilangan
sebagian assetnya. Oleh karena itu saya akan membabat hutan di
Kalimantan dan membakar semak-semaknya terlebih dahulu. Kayunya akan
diexport untuk menggantikan asset yang hilang (ke dua pulau tsb.).”
Mungkin
ini bisa dianggap suatu ancaman. Tetapi apa boleh buat, kita sama
sekali tidak ingin mengancam tetapi terpaksa membabat hutan yang belum
termanfaatkan untuk mengganti kerugian dan kita tidak bisa mengatur ke
arah mana angin bertiup. Itu kuasa Tuhan. Bukankah kita tidak bisa
menghalangi angin agar tidak bertiup membawa asap tebal ke Kuala Lumpur
atau ke arah mana pun ? Suka-suka angin saja.
Dihadapkan situasi
seperti itu, secara logika, jika saya ada di pihak Malaysia, lebih baik
saya menyerah kalah dalam negosiasi dan membiarkan ke dua pulau tersebut
tetap menjadi milik Indonesia. Daripada Kualalumpur dan Malaysia
menjadi gelap karena terkepung asap seperti beberapa waktu yang lalu.
Belum lagi menyebarnya penyakit pernapasan. Kerugian yang akan
ditimbulkan gara-gara asap tersebut akan jauh lebih besar nilainya
daripada ke dua pulau tersebut.
Jawaban saya memang nyeleneh! Dan
mungkin ada yang berpendapat tidak masuk akal. Tetapi bisa membuat sang
penanya puas dan para pendengar bertepuk tangan, karena masuk secara
logika. He..He..
Yang penting bukan hanya jawabannya, tetapi bagaimana kita bisa menjawabnya pada situasi sulit menjawab.
Seperti
diceritakan dalam cerita dengan tokoh Albert Einstein. Di mana supir
Albert Einstein yang hanya lulusan setingkat Sekolah Dasar bisa menjawab
dengan “jitu” saat diuji matematika oleh Profesor Guru Besar Matematika
dari universitas terkenal. Saya sering menggunakan cerita ini di kelas
sekolah bisnis gratis USB untuk mengajarkan tentang bagaimana menjadikan
batu sandungan menjadi batu loncatan dan berlatih kegagalan.
Mengenai
bagaimana menjadikan batu sandungan menjadi batu loncatan dan berlatih
kegagalan dapat anda baca di buku perdana saya yang akan launching pada
tanggal 8-8-2008 jam 8 berjudul “8 Langkah Ajaib Menuju Langit” yang
dicetak limited edition 8.888 exemplar. “Buku Ajaib”, demikian komentar
banyak tokoh yang telah membaca naskahnya.
Sedangkan cerita dengan tokoh Albert Einstein ini di artikel saya berikutnya yang berjudul “Makin Terjepit Makin Melejit”.
Penulis bisa dihubungi di victorasih@yahoo.co.id atau http://usbschool.blogspot.com/ atau http://www.usbschool.com/.
BalasHapusPT. BASMAA KURNIA UTAMA
JUAL :
1. PUPUK DOLOMITE
2. CALCIUM CARBONATE CaCo3 POWDER
3. QUICK LIME/KAPUR TOHOR CaO POWDER
DAN BINGKAHAN
4. HYDRATED LIME Ca(OH)2
HUBUNGI :
+62 822 11855757, +62 853 2947 5858