FRAKTUR TULANG
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Bronner and Suddar th, 2001). Fraktur
adalah putusnya kontinuitas sebuah tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan krepitasi (Christine
Hichliff, 1999).Femur adalah tulang paha, tulang yang paling panjang dan paling
kuat dalam tubuh (Sue Hinchliff, 1999)..Open Reduction Internal Fixation (Orif)
adalah suatu cara berupa reposisi secara operatif di ikuti fiksasi patah tulang
dengan pemasangan fiksasi internal (R. Sjamsu Hidajat, 1997).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa fraktur radius sinistra
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh
trauma/tenaga fisik dimana fraktur dapat terjadi pada tulang panjang sebelah
kiri yang mana saat ini telah dilakukan reposisi operatif dengan pemasangan
fiksasi interna.
B.
Etiologi
Etiologi patah tulang menurut
Barbara C. Long adalah
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga
mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak
langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari
tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak
ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana
bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada
tulang yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan,
suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila
tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga disebabkan olehkarena
metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot
yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau
tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot
yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau
kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara
primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses
penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.
C. Patofisiologi
Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda
paksa dimana penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang
seperti kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Selain itu fraktur
juga bisa akiabt stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses
penyakit patologis seperti penderita tumor (biasanya kanker) dimana telah
tumbuh dalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh, osteoporosis dan
infeksi yang dapat terjadi pada beberapa tempat. Perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak disekitar tulang
tersebut.Bila terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami
pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang
berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan inflamasi atau peradangan yang
menyebabkan bengkak dan akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan
pembuluh darah kecil/besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan darah
menjadi turun, begitu pula dengan suplay
darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syok hipovelemi.
Bila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk
masuk sehingga mudah terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union
dan mal union sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union.
Apabila fraktur mengenai peristeum/jaringan tulang dan
lkorteks maka akan mengakibatkan deformitas, krepitasi dan pemendekan
ekstrimintas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu
nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu
tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi,
maka akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misal : syok, sindrom
remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini misal : cedera saraf, cedera arteri,
cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak sedangkan komplikasi lanjut
misal : delayed, mal union, non union, kontraktor sendi dan miosi ossifikasi.
D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil keputusan untuk
melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R
yaitu :
a. Recognition :
diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anannesis, pemeriksaan kelinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduction :
tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai
yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri
dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka diindikasikan
jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat
frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction
internafixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi
fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur
yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan.
c. Retention,
imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas
yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi.Traksi merupakan salah satu
pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai
kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan
tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,
mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2
pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
d. Rehabilitation,
mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
Tahap penyembuhan fraktur menurut (Chairudin Resjad 1998)
a. Stadium
Haematum
Pada stadium ini karena pembuluh darah
pecah, maka terjadi pendarahan pada daerah fraktur. Haematum terbentuk
mengelilingi daerah tulang yang mengalami fraktur kemudian setelah 24 jam
aliran darah pada daerah fraktur berkurang sehingga terjadi penggabungan
haematoma dengan fibroblast dan membentuk fibrin. Setelah itu fibrin melindungi
& menutup daerah yang rusak dan aktifitas untuk pertumbuhan kapiler dan
fibroblas, karena terjadi pengurangan suplay darah ke tulang, maka akan terjadi
juga nekrosis pada daerah sekitar trauma.
b. Stadium
Proliferasi
Dalam 48-72 jam
setelah terjadi fraktur, bekuan darah diganti dengan jaringan granulasi,
sel-sel jaringan baru mulai terbentuk pada daerah fraktur. Pada saat yang
bersamaan hematum/sel darah merah dan jaringan yang rusak dihancurkan oleh
fagosit.
c. Stadium
Pembentukan Callus
Setelah 6-10 hari injuri bersamaan
dengan terbentuknya jaringan granulasi juga terjadi pembentukan kallus
sederhana/prokallus yang berisi lemak dan kemudian mengelilingi fraktur.
Setelah itu terbentuk leartiloga dan matriks tulang yang baru dan kemudian akan
menyebar & menembus jaringan callus. Jaringan callus akan semakin banyak
terbentuk sampai pada diamater tulang yang normal, kallus akan mencapai ukuran
maksimal setelah 14-21 hari setelah terjadinya injuri.
d. Stadium
Konsolidasi
Dengan adanya kandungan Ca2 Po4, kallus menjadi kuat
kemudian terjadi pengapuran pada kallus dan pada periusteum serta karteks
tulang selama 3-10 minggu kallus berubah menjadi tulang, kemudian formasi dari
tulang tersebut mengeras, sehingga terjadinya proses penyembuhan fraktur secara
sempurna. Untuk sementara, callus dapat menahan bagian tulang tetapi tak cukup
kuat untuk menahan beban yang berat.
e. Stadium
Remodeling
Bilamana union
telah lengkap maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus
yang meliputi tulang tetapi tanpa kenolis medularis. Pada stadium remodeling
ini, perlahan-lahan terjadi reabsorpsi secara osteoklostik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kallus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kollus intermediat berubah menjadi tulang kompok.
2. Penatalaksanaan
Keperawatan Menurut Marilyn E. Dongoes, 2000
a. Mencegah Cedera
tulang (jaringan lanjut)
b. Menghilangkan
Nyeri
c. Mencegah
Komplikasi
d. Memberikan
Informasi Tentang Kondisi (Prognosis dan Kebutuhan Pengobatan)
3. Diet menurut
Brunner And Suddarth 2001
Diet tinggi
protein, karbohidrat, vitamin D dan mineral serta tinggi kalsium
E. Tanda
dan Gejala
a.
Nyeri,
terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
menimbulkan gferakan atar afragmen tulang.
b.
Setelah
fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa
diketahui adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak
dapat berfungsi denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas
tulag tempat melengketnya otot.
c.
Pada
fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot yang melekat
diatas da bawah tempat fraktur.
d.
Saat
diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
e. Pembegkaan dan perubahan warna lokal
pada kulit karena trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam
atau hari.
f. Tidak semua tanda dan gejala diatas
terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur tergantung pada gejala, tanda
fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
F. Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang
penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray
harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai
akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare
fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane
x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu
struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan
cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning:
menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur
dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya
pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan
konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan
ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini
didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
G. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan fraktur radius sinistra
menurut Marilyn E. Doengoes 2000 di peroleh data sebagai berikut :
1.
Aktifitas (istirahat)
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yeng
terkena (mungkin secara fraktur itu sendiri/terjadi secara sekunder dari
pembengkakan jaringan nyeri)
2. Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah), takikerdia (respon stress, hipovolemia),
penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena pembengkakan jaringan/masa hepotoma pada
sisi cedera
3. Neurosensori
Gejala : Hilang
gerakan/sensasi, spasme otot, kebos/kesemutan (ponestesis) Tanda :
Deformitas lokal : ambulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berdesir) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri /ansietas/trauma)
4. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri
berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan
/kesemutan pada tulang = dapat berkurang pada imobilisasi, tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf, spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
Tanda :
Laserasi kulit, opulasi jaringan, perubahan warna, perdarahan, pembengkakan
local (dapat meningkatkan secara bertahap /tiba-tiba)
6. Penyuluhan
Gejala : Lingkungan cedera
7. Pemeriksaan
diagnostik
a.
Pemeriksaan rontgen, menentukan
lokasi/luasnya fraktur/ trauma
b.
Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI :
memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c.
Arteriogram : di lakukan bila kerusakan
vaskuler di curigai
d.
Hitung darah lengkap : HT mungkin
meningkat (hemokonsentrasi)/menurunkan (perdarahan multiple)
e.
Kreatinin : trauma otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal
f.
Profil koagulasi : perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah, tranfuse multiple / cedera hati.
H. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan
analisa data menurut Marilyn E. Doengoes 2000 ditentukan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Risiko tinggi
terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
2. Nyeri (akut)
b.d spasme otot/gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak,
alat traksi/mobilisasi, strees, ansietas.
3. Risiko tinggi
terhadap disfungsi neorovaskuler perifer b.d penurunan/interupsi aliran darah.
Cedera vaskuler langsung, edema berlebihan/pembentukan trambus, hipovolemia
4. Risiko tinggi
terhadap kerusakan pertukaran gas b.d pertukaran aliran, darah/emboli lemak,
perubahan membran alveoli/kapiler intenstisial, edema paru , kongesti.
5. Kerusakan
mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler : nyeri/ketidaknyamanan :
terapi restriktif (mobilisasi tungkai)
6. Risiko tinggi
terhadap kerusakan integritas kulit/ jaringan badan cedera tusuk, fraktur terbuka; bedah perbaikan, pemasangan
traksi pen/kawat, sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi ekskresi/
sekret, immobilisasi fisik
7. Risiko tinggi
terhadap infeksi badan tak adekuatnya pertahanan primer kerusakan kulit, trauma
jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, fraksi tulang
8. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan badang kurang terpajan, salah interprestasi informasi/tidak mengenal
sumber informasi.
I. Perencanaan
Setelah
diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk
masing – masing diagnosa yang meliputi proiritas keperawatan, penetapan tujuan
dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Risiko tinggi
terhadap trauma badan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan di harapkan trauma tidak terjadi. Kriteria Evaluasi :
a. Mempertahankan
stabilitas dan posisi fraktur
b. Menunjukkan
mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur
c. Menunjukkan
pembentukan kallus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat
Intervensi
:
a)
Pertahankan tirah baring/ekstrimitas
sesuai indikasi berikan sokongan sendi diatas dan dibawah fraktur bila bergerak
b)
Letakkan papan di bawah tempat tidur,
pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, gulungan
trochanter, papan kaki.
c)
Kaji integritas alat fiksasi eksternal
d)
Kaji ulang foto/evaluasi
2. Nyeri (akut)
badan spasme otot gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak,
alat traksi/mobilisasi, strees, ansietas
Tujuan : Setelah di
lakukan hindarkan keperawatan diharapkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria
Evaluasi :
a. Menyatakan nyeri hilang
b. Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktifitas/tidur. Istirahat dengan tepat
c. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Intervensi :
a) Kaji tingkat
nyeri, kedalaman, lokasi nyeri, karakteristik serta intensitas
b) Pertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pemberat, traksi
c) Tinggikan dan
dukung ekstrimitas yang fraktur
d) Berikan
alternatif tindakan kenyamanan misal : pijatan, perubahan posisi
e) Ajarkan
menggunakan tehnik managemen stress misal : latihan nafas dalam
f) Kolaborasi,
berikan obat analgetik sesuai program
3. Risiko tinggi
terhadap disfungsi neurovaskuler perifer badan penurunan/interupsi aliran
darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus,
hipovolemia.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan di harapkan disfungsi neurovaskuler perifer
tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
a. Mempertahankan
perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi
biasa, tanda-tanda vital stabil
b. Haluan urine
adekuat untuk situasi individu
Intervensi
:
a) Evaluasi adanya
/ kualitas nadi
perifer nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi, bandingkan dengan
ekstremitas yang satu.
b) Kaji aliran
kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
c) Pertahankan
peninggian ektrimitas yang cedera kecuali di indikasikan dengan keyakinan
adanya sindrom kompartemen
d) Anjurkan klien
untuk latihan rom secara rutin, ambulasi segera mungkin
e) Kolaborasi dalam memberi obat sesuai
indikasi
4. Risiko tinggi
terhadap kerusakan pertukaran gas badan perubahan aliran darah/emboli lemak,
perubahan membran alveolar/kapiler, interstisial, edema paru, kongesti.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
Mempertahankan
fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tak adanya dispnea/sianosis
frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal.
Intervensi
:
a.
Observasi frekuensi pernafasan dan
upayanya
b.
Instruksi dan bantu dalam latihan nafas
dalam dan batuk, reposisi dengan sering
c.
Berikan tambahan O2 bila diindikasikan
d.
Berikan obat sesuai indikasi
5. Kerusakan
mobilitas fisik badan kerusakan rangka neuromuskuler : nyeri/ketidaknyaman =
terapi restriktif (mobilisasi tungkai)
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas adekuat
Kriteria Evaluasi :
a. Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin
b. Mempertahankan posisi fungsional
c. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh
d. Menunjukkan tehnik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi
:
a)
Kaji derajat mobilisasi yang dihasilkan
oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan persepsi klien terhadap mobilisasi
b)
Instruksikan dan bantu dalam rentang
gerak aktif dan pasif pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit
c)
Bantu dan dorong perawatan diri serta
bantu mobilitas dengan kursi roda dan tongkat
d)
Observasi TTV
e)
Konsul dengan ahli terapi atau okupasi
dan spesifikasi rehabilitasi.
6. Risiko tinggi
terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk;
fraktur terbuka; bedah perbaikan pemasangan traksipen; kawat, sekrup, perubahan
sensasi, sirkulasi, akumulasi ekskresi/sekret imobilitas fisik.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan intergritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria
Evaluasi :
a. Menyatakan ketidaknyamanan hilang
b. Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
c. Mencapai kesembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi
Intervensi :
a)
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda
asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
b)
Massage kulit dan penonjolan hilang,
pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
c)
Ubah posisi sesering mungkin
d)
Bersihkan kelebihan plesteran dari kulit
e)
Massage kulit sekitar balutan luka
dengan alkohol
f)
Letakkan bantalan pelindung di bawah
kaki dan diatas tonjolan tulang
7. Risiko tinggi
terhadap infeksi badan tak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit,
trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif traksi tulang.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria
evaluasi :
Mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritemu dan demam
Intervensi :
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
kontunuitas
b. Observasi tanda infeksi (rubar, dolor, kalon, tumor,
fungsiolesa)
c. Lakukan perawatan luka sesuai program
d. Observasi hasil laboratorium dan tanda vital
e. Berikan obat antibiotis sesuai program
8. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan badan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mengetahui tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan
Kriteria Evaluasi :
a. Menyatakan
pemahaman kondisi prognosis dan pengobatan
b. Melakukan
dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan
Intervensi :
a) Kaji ulang
prognosis dan harapan yang akan datang
b) Beri penguat
metode mobilitas dan ambulasi sesuai program dengan fisioterapi bila di
indikasikan
c) Anjurkan
penggunaan buck spalk
d) Buat daftar
perkembangan aktifitas sejauhmana klian dapat melakukan kegiatan secara mandiri
dan yang memerlukan bantuan
J. Implementasi
Implementasi
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan,
(Patrisia A. Potter, 2005). Langkah-langkah yang perlu
diselesaikan keperawatan yaitu :
1. Mengkaji ulang
klien
Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi
memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang
diusulkan masih sesuai.
2. Menelaah dan
memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada
Perawat yang cerdik sensitif terhadap perubahan dalam
status klien dan selalu memasukkan perubahan dalam status klien dan selalu
memasukkan perubahan ini kedalam rencana asuhan keperawatan. Status kesehatan
klien berubah secara kontinu. Oleh karenanya rencana asuhan harus fleksibel
untuk dapat memasukkan perubahan yang penting. Rencana asuhan yang kadaluarsa
atau tidak tepat mengganggu kualitas rencana asuhan, sementara telaahan dan
modifiksi memungkinkan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien dengan baik.
3. Mengidentifikasi
Bidang Bantuan
Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk
mencari bantuan dapat berupa tambahan tenaga, pengetahuan atau keterampilan
keperawatan. Bantuan bisa datang dari staf perawat lain, penyelia atau pendidik
atau perawat ahli. Membutuhkan bantuan sering terjadi pada semua tipe praktik
keperawatan dan merupakan proses pembelajaran berkelanjutan selama pengalaman
edukasi dan dalam perkembangan profesional.
4. Mengimplementasikan
Intervensi Keperawatan
Praktik keperawatan terdiri atas keterampilan kognitif
yang mencakup pengetahuan keperawatan, keterampilan interpersonal dimana
penting untuk tindakan keperawatan yang efektif. Keterampilan psikomotor
(teknis) mencakup kebutuhan langsung perawatan klien.
5. Mengkonsumsikan
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dituliskan atau dikomunikasikan
secara verbal. Ketika di tuliskan, intervensi keperawatan dipadukan kedalam
rencana oasuhan keperawatan dan catatan medis klien. Rencana perawatan biasanya
mencerminkan tujuan intervensi keperawatan dimana informasinya mencakup
deskripsi singkat tentang pengkajian keperawatan prosedur spesifik dan respon
klien.
Perawat menjalankan rencana asuhan keperawatan dengan
menggunakan beberapa metode implementasi sebagai contoh; klien dengan diagnosa
keperawatan.
Hambatan mobilitas fisik yang badan gips lengan
bilateral, mungkin membutuhkan bantuan dalam melakukan aktifitas kehidupan
sehari-hari. Klien dengan koping individual tidak efektif yang badan ketakutan
tentang diagnosa medis mungkin konseling sebagai metode intervensi keperawatan.
Klien dengan kurang pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang
difokuskan pada area yang dibutuhkan. Klien imobilisasi total atau disorientasi
membutuhkan intervensi keperawatan yang memberikan perawatan total klien.
Metode implementasi lainnya mencakup supervisi dan evaluasi dari anggota tim
perawatan kesehatan lainnya.
K. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang
ditetapkan dalam rencana perawatan. Dimana dalam pendekumentasian evaluasi ini
terdiri dari 5 aspek yaitu mengapa, apa, kapan, dimana dan bagimana pendokumentasian
hasil dilakukan,
(Patricia. W. Iyer. 2004).
Evaluasi juga
memampukan perawat dalam mengukur keterampilan pengkajian untuk menentukan
alasan dimana suatu rencana perawatan telah berhasil atau tidak. Jenis evaluasi
yaitu evaluasi hasil dimana evaluasi dikategorikan sebagai evaluasi formatif
atau sumatif. Dimana evaluasi formatif terjadi secara periodik selama pemberian
perawatan sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada akhir aktifitas, seperti
diakhir penerimaan, pemulangan atau pemindahan ketempat lain atau diakhir kerangka
waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan.
Adapun langkah
dan evaluasi keperawatan, yaitu :
1. Mengumpulkan
data perkembangan pasien
2. Menafsirkan
(menginterprestasikan) perkembangan pasie
3. Membandingkan
dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. Mengukur dan
membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku.
Seorang perawat
juga harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari masalah keperwatan klien,
yaitu :
1. Tujuan Tercapai
Bila klien
menunjukkan perubahan prilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Tujuan
Tercapai Sebagian
Bila klien
menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria
pencapaian tujuan yang tetap ditetapkan.
3. Tujuan Tidak
Tercapai
Bila klien menunjukkan tidak ada
perubahan prilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
Komentar
Posting Komentar